Kamis, 07 Maret 2013

BAHASA PLESETAN

BAHASA PLESETAN

Bahasa plesetan sudah menjadi bagian dari ragam Bahasa Indonesia meskipun masih banyak orang yang tidak menyadarinya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) disebutkan bahwa pleset atau memeleset berarti „tidak mengenai sasaran atau tidak mengenai yang dituju‟. Jadi, menurut Sibarani (2004) plesetan adalah sesuatu yang diplesetkan atau sesuatu yang digelincirkan sehingga tidak sesuai dengan sasaran yang sebenarnya atau tidak mengenai yang seharusnya dituju. Bahasa plesetan memperlihatkan pertambahan makna karena sebuah kata yang diplesetkan diberi makna baru dengan cara memperlakukan kata yang diplesetkan itu sebagai akronim dan kemudian diberi kepanjangannya. Pada umumnya, bahasa plesetan bersifat kontekstual sehingga berfungsi untuk mengungkapkan pola pikir dan perasaan penutur bahasa yang bersangkutan. Berdasarkan tingkat kebahasaannya, Sibarani (2004) membagi plesetan bahasa menjadi 7 jenis, antara lain:
1. Plesetan Fonologis (bunyi) yaitu plesetan sebuah fonem atau lebih dalam leksikon. Plesetan semacam ini pada umumnya digunakan untuk memperolok-olok atau mengejek orang lain. Contoh: Robert diplesetkan menjadi Robek.
2. Plesetan Grafis (huruf) yaitu plesetan gabungan huruf dengan menjadikannya sebagai singkatan. Contoh: ABCD diplesetkan menjadi ABRI Bukan Cepak Doang. Hasil akhir plesetan ini hampir sama dengan singkatan atau akronim. Namun, perbedaannya terletak pada proses pembentukannya. Singkatan pada umumnya dibentuk setelah ada bentuk yang panjangnya sehingga dibentuk menjadi singkatan atau akronim, contohnya: Sekolah Menengah Atas disingkat menjadi SMA. Namun, plesetan pada umumnya gabungan hurufnya telah lebih dahulu ada atau diciptakan kemudian diberi kepanjangan. Misalnya MBA menjadi Married By Accident.
3. Plesetan Morfemis (Leksikon) yaitu plesetan sebuah kata dengan cara menjadikan atau menganggapnya sebagai singkatan berupa akronim. Misalnya, nama Agus diplesetkan menjadi Agak GUndul Sedikit.
4. Plesetan Frasal (Kelompok Kata) yakni plesetan kelompok kata seperti plesetan tipe kedua dengan menjadikannya singkatan berupa akronim. Misalnya, frase Botol Lampu diplesetkan menjadi BOdoh TOLol LAMbat PUla.
5. Plesetan Kalimat (Ekspresi) yaitu plesetan sebuah kalimat dengan cara mengikuti struktur dan intonasi kalimat, tetapi mengubah kata-katanya sehingga mengubah makna keseluruhan struktur tersebut. Misalnya, teks lagu “Ayo Maju Maju” diplesetkan menjadi “Tidak Maju Maju.”
6. Plesetan Ideologis (Semantis) yaitu plesetan sebuah ide menjadi ide lain dengan bentuk linguistik yang sama. Misalnya, ide masing-masing frase hidup tak hidup, pandangan hidup, pegangan hidup diplesetkan menjadi dipandang saja sudah hidup atau dipegang baru hidup.
7. Plesetan Diskursi (Wacana) yaitu plesetan sebuah cerita atau bentuk linguistik naratif yang sengaja digunakan untuk memutarbalikkan fakta atau kenyataan yang sebenarnya.